Nama : Sambung aji pariris ( 135030707111017)
matkul : Penerbitan Grafis dan Elektronik
prodi : ilmu perpustakaan
Dosen Pengampu: Pitoyo Widhi Atmoko, S. Si, M. Si
Percetakan merupakan sebuah proses industri yang dilakukan oleh industri kecil maupun industri besar yang aktivitasnya memproduksi tulisan dan gambar secara massal yang menggunakan tinta di atas kertas atau selainnya menggunakan sebuah mesin cetak. Selain itu, percetakan pun tidak hanya fokus pada bahan cetak yang kasat mata saja tetapi juga mencakup berbagai teknik dan jenis kegiatan seperti desain, penempatan warna yang tepat, pengukuran jenis kertas dan lain sebagainya.
Dalam dunia percetakan banyak banner, kartu undangan, kartu nama, buku, koran, brosur, flyer dan majalah sekarang ini biasanya dicetak menggunakan teknik percetakan offset. Gambar yang akan dicetak diprint di atas film lalu ditransfer ke plat cetak. Warna-warna bisa didapatkan dengan menimpakan beberapa pola warna dari setiap pelat offset sekaligus. Kejelian dalam menentukan warna dan jenis kertas yang digunakan pada setiap cetak yang diinginkan, membuat hasil cetakan akan lebih bagus dan maksimal serta profesional.
Percetakan yang ada saat ini tidak muncul dengan sendirinya, tetapi dimulai oleh beberapa orang sehingga percetakan dapat dikenal saat ini. Percetakan pertama kali ditemukan oleh masyarakat Cina pada abad 14 sehingga tak heran jika kebanyakan mesin cetak terbuat dan bermerk berasal dari Negara Cina. Namun sebelum itu, sejarah menuliskan bahwa informasi tanggal dari gambar dinding gua yang berumur lebih dari 30.000 tahun. Pada tahun 2500 B.C., orang Mesir mengukirhieroglyphics pada batu. Akan tetapi, percetakan yang kita ketahui sekarang tidak ditemukan hingga lebih dari sekitar 500 tahun yang lalu.
Teknik cetak pertama kali yang dikenal dimulai dari Kota Mainz, Jerman pada tahun 1440 yang merupakan sentra kerajinan uang logam saat itu. Pertama kali metode cetak diperkenalkan oleh Johannes Gutenberg dengan inspirasi uang logam yang digesekkan dengan arang ke atas kertas.
Relief uang logam menimbulkan ide untuk membuat permukaan dengan tinggi bervariasi. Hal ini dikenal dengan nama cetak tinggi. Dan sampai saat ini, perkembangan dunia percetakan semakin canggih dengan jenis mesin dan kertas yang memudahkan para pebisnis dunia percetakan dalam menjalankan kegiatannya. Tidak perlu membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan cetakan yang diinginkan, baik untuk cetak kartu undangan, invoiceatau bon bisnis Anda, maupun jenis cetak lainnya.
Ada beberapa jenis kertas yang dipakai dalam percetakan :
- Art Paper
Jenis kertas ini mempunyai tekstur permukaan yang licin dan halus. Biasa digunakan untuk mencetak brosur, majalah atau catalog.
Gramaturnya mulai dari 85 gr, 100 gr, 115 gr, 120 gr dan 150 gr
- Art Carton
Kertas jenis ini krakteristiknya sama dengan art paper, hanya lebih tebal. Biasa dipakai untuk mencetak kartu nama, cover buku, brosur, paperbag, map dan lain sebagainya.
Gramaturnya mulai 190 gr, 210gr, 230 gr, 260 gr, 310 gr, 350 gr, 400 gr.
- Ivory
Ivory hampir sama dengan art carton, tetapi ivory hanya mempunyai satu sisi licin, sisi yang lain tanpa coating. Ivory banyak digunakan untuk paperbag, dos-dos kosmetik.
Gramaturnya 210 gr, 230 gr, 250 gr, 310 gr, 400 gr.
- Dupleks
Jenis kertas ini memiliki satu sisi putih dan sisi yang lain berwarna abu-abu. Sisi putih ada yang coated dan ada juga yang non coated. Kertas ini umum dipakai untuk pembuatan dos packaging makanan maupun obat-obatan.
Gramaturnya mulai 250 gr, 270 gr, 310 gr, 350 gr, 400 gr, 450 gr, dan 500 gr.
- HVS
Jenis bahan kertas yang memiliki permukaan kasar. Biasa digunakan untuk fotocopy atau printer. Biasanya untuk mencetak buku.
Gramaturnya mulai dari 60 gr, 70 gr, 80 gr, 100 gr.
- Samson Kraft
Bahan kertas yang berasal dari proses daur ulang, memiliki warna coklat. Biasa dipergunakan untuk membuat paperbag dan bungkus.
Gramaturnya yang sering dipakai 70gr dan 80 gr.
- BC
Jenis kertas ini memiliki tekstur yang halus namun tidak coated. Tersedia dalam beragam warna. Bisa digunakan untuk mencetak kartu nama, sertifikat dan lain-lain.
Gramaturnya yang biasa dipakai 160 gr, 220 gr, 250 gr.
- Yellow Board
Jenis kertas ini cukup tebal, biasa digunakan untuk rangka dalam suatu undangan hard cover. Kertas ini tidak bisa dicetak offset, biasanya dilapis dengan art paper atau dupleks.
Kertas ini dibedakan berdasarkan ketebalannya, biasanya disebut YB 30 dan YB 40.
- Fancy Paper
Jenis kertas dengan beragam warna dan karakteristik. Umum digunakan untuk membuat undangan. Ada banyak jenisnya seperti millennium, jasmine, java emboss, Hawaii.
Gramaturnya juga cukup beragam mulai dari 80 gr, 100 gr, 220 gr, 300 gr.
- Corugoated
Jenis kertas bergelombang untuk dos packing seperti dos indomie, dos computer dan lain sebagainya. Sama halnya dengan yellow board, kertas ini biasanya ditempel dengan kertas lain.
Hadirnya percetakan di Indonesia bermula dari kedatangan Belanda (tiba tahun 1596) dan erat hubungannya dengan VOC. Tahun 1624, misionaris Gereja Protestan Belanda memerkenalkan percetakan di Hindia Belanda dengan membeli sebuah mesin cetak dari Belanda untuk menerbitkan literatur Kristen dalam bahasa daerah, sehubungan dengan keperluan penginjilan. Tapi mesin cetak itu menganggur, karena tak ada tenaga operator untuk menjalankannya. Baru pada tahun 1659 (35 tahun kemudian), Kornelis Pijl memrakarsai percetakan dengan memroduksi sebuah Tijtboek, yakni sejenis almanak, atau “buku waktu”. Perkembangan percetakan di Indonesia erat sekali dengan sejarah perjalanan surat kabar. Berikut beberapa catatan waktu perjalanan percetakan di Indonesia.
- 1667: Pemerintah pusat berinisiatif mendirikan percetakan dan memesan alat cetak yang lebih baik, termasuk matriks yang menyediakan berbagai jenis huruf.
- 1668: Hendrik Brant mencetak dokumen sebagai produk pertama percetakan pemerintah, yaitu Perjanjian Bongaya antara Laksamana Cornelis Speelman dan Sultan Hasanuddin di Makasar yang ditandatangani 15 Maret 1668. Hendrik Brant pada Agustus 1668 mendapat kontrak mencetak dan menjilid buku atas nama VOC dengan upah 86 dolar yang dibayar dengan cara mencicil. Kontrak berakhir 16 Februari 1671.
- 1671: VOC menandatangani kontrak baru dengan Pieter Overtwaver dan tiga pegawai Kompeni lainnya (Hendrick Voskens – punch cutter, Piet Walbergen – type-founder, dan Aernout Kemp – ahli cetak) untuk percetakan yang bernama Boeckdrucker der Edele Compagnie (pencetak buku Kompeni). Kontrak berakhir 1695.
- 1677: Dokumen dengan kosa kata Belanda-Melayu pertama kali dicetak.
- 1693: Dokumen New Testament dicetak dalam bahasa Portugis.
- 1699: Pendeta Andreas Lambertus Loderus mengambiil alih Boeckdrucker der Edele Compagnie untuk didayagunakan secara maksimal. Banyak karya penting dalam bahasa Belanda, Melayu dan Latin lahir dari percetakannya, termasuk sebuah kamus Latin-Belanda-Melayu yang disusun oleh Loderus sendiri.
- 1718: Pemerintah pusat mendirikan percetakan sendiri di Kasteel Batavia (kasteel = benteng, Batavia saat itu adalah kota yang dikelilingi benteng) untuk kepentingan mencetak dokumen-dokumen resmi.
- 1743: Seminarium Theologicum di Batavia memeroleh satu unit alat percetakan. Pernah menerbitkan Perjanjian Baru (bagian dari kitab suci agama Kristen, red) dan beberapa buku doa dalam terjemahan Melayu. Tahun 1755 percetakan tersebut dipaksa bergabung dengan Percetakan Benteng.
- 1744: Surat kabar tercetak pertama bernama Batavia Nouvelles lahir dari Percetakan Benteng yang dikelola oleh Jan Erdman Jordens, tepatnya pada 8 Agustus 1744. Hanya terdiri dari selembar kertas berukuran folio, yang kedua halamannya masing-masing berisi 2 kolom. Isinya memuat maklumat pemerintah, iklan dan pengumuman lelang. Pembaca bisa mendapatkannya setiap Senin dari Jan Abel, perusahaan penjilidan milik Kompeni di Benteng. Sebuah sumber menyebutkan, koran pada saat itu ditulis tangan.
- 1745: Surat kabar Batavia Nouvelles dihentikan penerbitannya (20 Juni 1746) atas permintaan Dewan Direktur VOC kepada Gubernur Jenderal, karena surat kabar yang berorientasi iklan dan berisi informasi tentang kondisi perdagangan di Hindia Belanda dikhawatirkan bisa dimanfaatkan oleh pesaing Eropa.
- 1761: Mulai diberlakukan peraturan percetakan pertama yakni “Reglement voor de Drukkerijen te Batavia” (Juni 1761) di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal A. van der Parra.
- 1776: Surat kabar Vendu Niews (VN) diterbitkan oleh L. Dominicus. Ini adalah surat kabar pertama yang bersentuhan dengan orang Indonesia, tiga dasawarsa setelah Bataviase Nouvelles mati. VN merupakan media iklan mingguan, terutama mengenai berita lelang, juga maklumat penjualan sejumlah perkebunan besar dan beberapa iklan perdagangan. Dikenal oleh masyarakat sebagai “soerat lelang”.
- 1785: Percetakan Kota dilarang keras mencetak apapun tanpa izin sensor. Penyensoran mulai dilaksanakan di Hindia Belanda pada 1668.
- 1809: Surat kabar Vendu Niews menghentikan penerbitan pada masa pemerintahan Jenderal Herman Willem Daendels (1808 – 1811). Di tahun yang sama, Daendels membeli Percetakan Kota dan menggabungkannya dengan Percetakan Benteng menjadi Landsdrukkerij, yang sekarang bernama Percetakan Negara. Sebelum namanya menjadi Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) pada tahun 1950, Perum PNRI telah mengalami beberapa kali perubahan nama. 1942, namanya Gunseikanbu Inatsu Koja (GIK), 1945 berubah lagi menjadi Percetakan Republik Indonesia (PRI), lalu melalui Peraturan Pemerintah no. 46 Tahun 1991, PNRI menjadi Perusahaan Umum (Perum). Percetakan Negara masih eksis hingga kini.
- 1810: 15 Januari 1810 terbit edisi pertama mingguan resmi pemerintah, Bataviasche Koloniale Courant yang diasuh oleh Profesor (Kehormatan) Ross, pendeta komunitas Belanda di Batavia sejak 1788. Isinya memuat juga iklan, mulai dari tali sepatu hingga budak belian. Penerbitan berhenti 2 Agustus 1811, persis seminggu sebelum Batavia jatuh ke tangan Inggris.
- 1812: 29 Februari 1812, pemerintahan yang baru (Inggris) menerbitkan Java Government Gazette, mingguan yang sebagian besar berbahasa Inggris, dicetak oleh A.H. Hubbard.
- 1816: Java Government Gazette berhenti bersamaan dengan kembalinya Belanda. 20 Agustus 1816 pemerintah Belanda menggantikannya dengan Bataviasche Courant yang berganti nama menjadi Javasche Courant 12 tahun kemudian.
- 1831: Muncul surat kabar partikelir pertama. Ini terlambat, mengingat kendalanya adalah kesulitan mendapatkan alat untuk membuat huruf timah. Tapi yang lebih penting dari itu adalah ketiadaan tenaga (kompositor) terampil. Karena itu percetakan misionaris menjadi satu-satunya percetakan non pemerintah yang bergiat dalam cetak-mencetak selama abad ke-18.
- 1855: Surat kabar pertama berbahasa Jawa terbit di Surakarta sekali seminggu, namanya Bromartani. Diterbitkan oleh perusahaan kongsi Belanda, Harteveldt & Co.
- 1910: Di Jakarta terbit surat kabar nasional yang pertama, Medan Prijaji.
- 1921-1922: Pabrik kertas pertama, N. V. Papier Fabriek Padalarang, dibangun di Padalarang dengan kapasitas produksi 9 ton per hari.
- 1939-1940: Pabrik kertas kedua dibangun di Jawa Timur, dekat daerah Letjes, Probolinggo, oleh pemilik pabrik yang sama dengan yang di Padalarang.
- 1949: Di Jakarta hanya terdapat 2 mesin printing yang dimiliki oleh warga pribumi. Percetakan milik warga asing hanya berproduksi untuk kepentingannya saja.
- 1950: Jumlah perusahaan percetakan nasional (milik pribumi) di Jakarta meningkat menjadi 23 buah. 24 lainnya dimiliki warga asing (Belanda), sementara 86 lagi dimiliki warga Tionghoa.
- 1951: Dari data resmi, terdapat 150 perusahaan percetakan di Jawa Timur (75 di Surabaya, 18 di Malang, dan sisanya tersebar di daerah dan sekitarnya).
- 1953-1954: Percetakan Negara melakukan proyek modernisasi percetakan yang ambisius dengan membeli sebuah mesin web-offset 4 warna.
- 1969: Pemerintah Belanda bekerja sama dengan Departemen Pendidikan & Kebudayaan Indonesia mendirikan institusi pendidikan dan pelatihan SDM di bidang grafis, Pusat Grafika Indonesia (Pusgrafin) di Jakarta. Antara tahun 1969-1978, sekitar 2.000 orang mengikuti kursus composing, printing, binding, machine maintenance, lay-out, management, dll.
- 1970-an: Industri percetakan di seluruh dunia berganti ke teknologi offset. Dua perusahaan percetakan Cina terbesar, Sin Po dan Keng Po membeli mesin cetak rotasi untuk koran yang tetap digunakan hingga 1970-an. Surat kabar Sinar Harapan (sejak 1961) dan Kompas (sejak 1965) pernah menggunakan fasilitas mesin printer ini hingga mereka memiliki mesin cetak sendiri di tahun 1970-an.
- 1976: Sebanyak 385 mesin cetak offset diimpor ke Indonesia.
- 1992: Teknologi computer to film (CTF) masuk ke Indonesia. Awalnya hanya percetakan-percetakan besar saja yang memilikinya. 1995, percetakan-percetakan menengah dan kecil mulai mengadopsi. Hingga tahun 1997, penggunaan CTF bisa dibilang sudah merata.
- 2000: Masuknya teknologi computer to plate (CTP) mulai menggeser CTF dan ikut berdampakpada menurunnya bisnis repro. Sampai sekarang kurang lebih terdapat 70 mesin CTP di Indonesia. Dulu merek-merek yang terkenal untuk mesin ini adalah Heidelberg dan AGFA. Sekarang sudah mulai banyak pemain baru, seperti Screen, Scitex dan Basys Print.